ads

Rabu, 12 September 2007

Lagi! depresi laten pada wanita hamil perokok

Penelitian dari washington mengabarkan bahwa lebih dari satu wanita pada 10 wanita perokok yang hamil menderita depresi, dan bahkan membuat kebiasan itu bertambah parah.

Walaupun di washington sudah dilakukan upaya kampanya "quit for your baby" (berhentilah untuk bayimu) namun bagi kebanyakan wanita pendekatan itu terlalu sederhana. hingga kebijakan pemeriksaan kehamilan bagi wanita hamil yang perokok disertai juga dengan pemeriksaan kesehatan yang mungkin lebih dibutuhkan dari pemeriksaan kehamilan.

Butuh pengertian yang lebih untuk memahami kenapa para wanita ini tidak berhenti. setidaknya dari 45 milyar penduduk amerika, satu dari lima orang dewasa merokok. dan akan lebih susah lagi jika perokok itu mengalami depresi atau gangguan kecemasan.

Tentunya pengetahuan tentang bahaya merokok bagi bayi mereka yang sedang berkembang bisa menyadarkan para wanita ini untuk mencoba berhenti. seperti berkembangnya resiko keguguran, kelahiran premature, berat tidak normal, kematian pada saat melahirkan, dan gangguan tingkah laku.

Tetapi hasilnya para peneliti mulai menyelam dalam stigma, kenapa banyak wanita perokok tidak berhenti ketika hamil, hingga pemerintah mengumumkan sekitar 12 persen dari wanita hamil di amerika adalah seorang perokok.

Dr. Renee Goodwin, epidemologist dari Universitas Columbia, menelusuri bahwa lebih dari 1,500 wanita hamil yang mengambil studi tentang kesehatan. sebuah angka yang mengejutkan 22 persen di titik yang sama dalam kehamilan, dan 12 persennya adalah pencandu nikotin (nicotine-dependant).

Perokok yang hamil umumnya miskin, kurang pendidikan dan kurang akses untuk masalah kesehatan.

Tapi yang lebih mengejutkan adalah 30 persen dari perokok memiliki gangguan mental sebagaimana terjadi pada lebih dari separuh pencandu nikotin - kebanyakan mereka menderita depresi. perokok mempunyai tiga kali kemungkinan lebih besar dibandingkan dengan wanita hamil yang tidak merokok, sebagaimana ditulis Goodwin dalam jurnal Obstetrics dan Gynecology.

Nikotin dan kimia jenis lain dalam rokok bisa bereaksi di otak seperti antidepresant ringan, seperti dikatakan Nora Volkow, direktur National Institute Drug Abuse (Institut Nasional bidang Penyalah gunaan Narkoba).

"Mereka tidak hanya merokok untuk mendapatkan aspek pembentukan tingkah laku," Volkow menjelaskan. "Yang lebih penting lagi, mereka sedang mencari efek terapi yang akan mendatang biaya yang sangat tinggi."

Akan sangat susah bagi seorang yang menderita depresi kapan mereka akan membutuhkan pertolongan, dan kesempatan untuk merasakan efek kambuhnya sangat terasa dalam keadaan sedih, lesu atau gejala depresi lainnya.

Hal ini lah yang membuat merokok lebih pada "penyakit yang merupakan pilihan" Volkow juga mengatakan. "Tanggung jawab sosial adalah untuk menyediakan sebuah perawatan. karena disinilah anda akan mendapat dua kepribadian yang akan memberikan efek.


Gambar dari : www.aic.cuhk.edu.hk
Translated by : [dee] from yahoo news

Tidak ada komentar: